- Back to Home »
- Dampak Kebijakan Pemerintah Dalam Menaik Turunkan Harga BBM Terhadap Perilaku Sosial Masyarakat Indonesia
Dampak Kebijakan Pemerintah Dalam Menaik Turunkan Harga BBM Terhadap Perilaku Sosial Masyarakat Indonesia
Posted by : Febryanto S.R
Kamis, 22 Januari 2015
Pada awalnya, Gejolak harga minyak dunia sebenarnya sudah mulai terlihat
sejak tahu 2000. Tiga tahun berikutnya harga terus naik seiring dengan
menurunnya kapasitas cadangan. Ada sejumlah faktor penyebab terjadinya gejolak
ini, salah satunya adalah persepsi terhadap rendahnya kapasitas cadangan harga
minyak yang ada saat ini, yang kedua adalah naiknya permintaan (demand) dan di
sisi lain terdapat kekhawatiran atas ketidakmampuan negara-negara produsen
untuk meningkatkan produksi, sedangkan masalah tingkat utilisasi kilang di
beberapa negara dan menurunnya persediaan bensin di Amerika Serikat juga turut
berpengaruh terhadap posisi harga minyak yang terus meninggi.
Hal ini kemudian direspon oleh pemerintah di beberapa negara di
dunia dengan menaikkan harga BBM. Demikian juga dengan Indonesia, DPR akhirnya
menyetujui rencana pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak pada
hari Selasa 27 September 2005 sebesar minimal 50%. Kebijakan kenaikan harga BBM
dengan angka yang menakjubkan ini tentu saja menimbulkan dampak yang signifikan
terhadap perekonomian sehingga kebijakan ini menimbulkan banyak protes dari
berbagai kalangan. Keputusan pemerintah menaikkan harga bensin, solar, dan
minyak tanah sejak 1 Oktober 2005 akibat kenaikan harga minyak mentah dunia
hingga lebih dari 60 Dolar AS per barel dan terbatasnya keuangan pemerintah ini
direspon oleh pasar dengan naiknya harga barang kebutuhan masyarakat yang lain.
Biaya produksi menjadi tinggi, harga barang kebutuhan masyarakat semakin mahal
sehingga daya beli masyarakat semakin menurun. Secara makro cadangan devisa
negara banyak dihabiskan oleh Pertamina untuk mengimpor minyak mentah.
Tingginya permintaan valas Pertamina ini, juga menjadi salah satu penyebab
terdepresinya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Terjadinya hubungan timbal balik antara naiknya biaya
produksi dan turunnya daya beli masyarakat berarti memperlemah perputaran roda
ekonomi secara keseluruhan di Indonesia. Kondisi ini dapat mempengaruhi iklim
investasi secara keseluruhan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Dalam jangka pendek naiknya harga BBM tersebut disikapi oleh pelaku pasar,
khususnya pelaku pasar modal sebagai pusat perputaran dan indikator
investasi. Kontroversi kenaikan harga minyak ini bermula dari tujuan
pemerintah untuk menyeimbangkan biaya ekonomi dari BBM dengan perekonomian
global. Meskipun perekonomian Indonesia masih terseok mengikuti perkembangan
perekonomian dunia, akhirnya kebijakan kenaikan BBM tetap dilaksanakan mulai
tanggal 1 Oktober 2005. Akibatnya, perilaku investasi di Indonesia sangat
memungkinkan mengalami perubahan. Setiap peristiwa berskala nasional apalagi
yang terkait langsung dengan permasalahan ekonomi dan bisnis menimbulkan reaksi
para pelaku pasar modal yang dapat berupa respon positif atau respon negatif
tergantung pada apakah peristiwa tersebut memberikan stimulus positif atau
negatif terhadap iklim investasi. Berdasarkan pada argumentasi di atas, maka
dimungkinkan akan terjadi reaksi negatif para pelaku pasar modal setelah
pengumuman tersebut. Tetapi jika yang terjadi sebaliknya bahwa kenaikan harga
BBM ini direaksi positif oleh pelaku pasar, maka kesimpulan sederhana dari
dampak peristiwa pengumuman tersebut adalah bahwa naiknya harga BBM memberikan
stimulus positif pada perekonomian Indonesia.
Dampak Kenaikan BBM Pada
Masyarakat Kecil
Walaupun dampak kenaikan harga BBM tersebut sulit dihitung dalam
gerakan kenaikan inflasi, tetapi dapat dirasakan dampak psikologisnya yang
relatif kuat. Dampak ini dapat menimbulkan suatu ekspektasi inflasi dari
masyarakat yang dapat mempengaruhi kenaikan harga berbagai jenis barang/jasa.
Ekspektasi inflasi ini muncul karena pelaku pasar terutama pedagang eceran ikut
terpengaruh dengan kenaikan harga BBM dengan cara menaikkan harga barang-barang
dagangannya. Dan biasanya kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok
masyarakat terjadi ketika isu kenaikan harga BBM mulai terdengar.
Perilaku kenaikan harga barang-barang kebutuhan masyarakat setelah terjadi kenaikan
harga beberapa jenis BBM seperti premium (bensin pompa), solar, dan minyak
tanah dari waktu ke waktu relatif sama. Misalnya, dengan naiknya premium
sebagai bahan bakar transportasi akan menyebabkan naiknya tarif angkutan.
Dengan kenaikan tarif angkutan tersebut maka akan mendorong kenaikan harga
barang-barang yang banyak menggunakan jasa transportasi tersebut dalam
distribusi barangnya ke pasar. Demikian pula dengan harga solar yang mengalami
kenaikan juga akan menyebabkan kenaikan harga barang/jasa yang dalam proses
produksinya menggunakan solar sebagai sumber energinya. Begitu seterusnya,
efek menjalar (contagion effect) kenaikan harga BBM terus mendongkrak biaya
produksi dan operasional seluruh jenis barang yang menggunakan BBM sebagai salah
satu input produksinya yang pada akhirnya beban produksi tersebut dialihkan ke
harga produk yang dihasilkannya. Kenaikan harga beberapa jenis BBM ini akan
menyebabkan kenaikan harga di berbagai level harga, seperti harga barang di
tingkat produsen, distributor/pedagang besar sampai pada akhirnya di tingkat
pedagang eceran. Gerakan kenaikan harga dari satu level harga ke level harga
berikutnya dalam suatu saluran perdagangan (distribution channel) adakalanya
memerlukan waktu (time lag). Tetapi, yang jelas muara dari akibat kenaikan
harga BBM ini adalah konsumen akhir yang notabene adalah berasal dari
kebanyakan masyarakat ekonomi lemah yang membutuhkan barang-barang kebutuhan
pokok sehari-hari dengan membeli barang-barang kebutuhannya sebagian besar dari
pedagang eceran. Dan biasanya kenaikan harga di tingkat eceran (retail price)
ini lebih besar dibandingkan dengan kenaikan harga di tingkat harga produsen
(producer price) maupun di tingkat pedagang besar (wholesale price).
Sebagai contoh, kenaikan harga beberapa jenis BBM bulan Mei 1998, terulang
kembali di bulan Juni 2001 dengan beberapa skenario kenaikan harga beberapa
jenis BBM (premium, solar, minyak tanah). Menurut salah satu sumber di Badan
Pusat Statistik, untuk jenis barang BBM yang harganya ditentukan pemerintah,
hampir 50 persen dari pengaruh kenaikan BBM sudah dihitung dalam penghitungan
inflasi pada bulan Juni 2001. Misalnya bensin naik dari Rp 1.150/liter menjadi
Rp 1.450/liter. Karena kenaikan BBM terjadi di bulan Juni, nilai yang digunakan
dalam penghitungan inflasi bulan Juni adalah ((1150 + 1450)/2) = 1300 sehingga
perubahan yang digunakan adalah perubahan dari harga Rp 1.150/liter menjadi Rp
1.300/liter atau naik 13,04 persen. Sementara untuk bulan Juli 2001, perubahan
harga yang dihitung adalah dari harga bensin Rp 1.300/liter menjadi Rp 1.450/
liter atau naik 11,54 persen. Perlakuan ini juga berlaku untuk jenis barang BBM
lainnya. Dengan demikian, pada
bulan Juli 2001, sumbangan inflasi dari BBM (bensin, solar, dan minyak tanah)
akan mencapai 0,28 persen. Ditambah lagi sumbangan inflasi pelumas/oli yang
apabila naik 15 persen akan memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,05 persen.
Sumbangan inflasi dari BBM akan bertambah besar jika komponen BBM lainnya yang
tidak ditetapkan pemerintah bergerak sesuai selera pasar. Tekanan inflasi akan
semakin besar apabila pemerintah menaikkan tarif dasar listrik rata-rata.
Dampak ini hanya sebagian kecil saja yang terjangkau dari pandangan kita.
Justru dampak tak langsung yang merupakan hasil multiplier effect dapat
menyeret tingkat inflasi lebih tinggi lagi.
Biaya
Keterlambatan, Kenaikan harga BBM tidak hanya akan
menghemat anggaran dan devisa juga akan mengurangi konsumsi BBM. Banyak studi
yang menyatakan bahwa kenaikan harga BBM 1% akan menurunkan konsumsi BBM lebih
dari 1% atau bersifat elastis. Kenaikan harga BBM juga akan memberi insentif
bagi pengembangan bahan bakar gas. Konsumen akan mencari alternatif bahan bakar
yang lebih murah, aman dan ramah lingkungan, tidak perlu diatur dan dibatasi.
Pengembangan BBG sejak lima tahun yang lalu tidak mengalami kemajuan berarti,
karena pemerintah memberikan subsidi premium secara berlebihan dan harga BBG
nonsubsidi tidak bisa bersaing. Jadi, dari sisi mikro, kenaikan BBM juga
positif memberikan kesempatan pengembagan alternatif bagi BBG. Dari sisi
makro, dengan mempelajari pengalaman tahun 2005 dan 2008 maka yang paling
penting adalah adanya kepastian kenaikan harga BBM segera. Setiap keterlambatan
keputusan harga BBM akan menimbulkan beban anggaran dan devisa yang berlebihan,
sehingga merugikan kondisi makro. Di sinilah pemerintah harus arif dan
berwawasan luas untuk melihat permasalahannya. Kalau jernih melihatnya dan
terencana dengan baik, maka masalah politik dan sosial akan dapat ditanggulangi.
Itulah semestinya yang bisa saya beritakan, semoga pemerintah di RI semakin
baik untuk menentukan kebijakan dalam halnya menaik turunkan khususnya Bahan
Bakar Minyak (BBM) agar mengertinya bagi seluruh masyarakat sendiri terlebih
bagi masyarakat Kecil. Semoga bermanfaat..